Childfree dalam Pandangan Islam
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan topik childfree setelah diungkapkan secara terbuka oleh salah seorang influencer tentang pilihannya untuk tidak memiliki anak. Bagaimana hal ini dipandang dalam kacamata Islam? Berikut penjelasannya.
1. Punya anak atau tidak bukan merupakan pilihan kita, tetapi pilihan Allah
Hakikatnya ketika kita dikaruniai anak atau tidak itu bukan pilihan kita tetapi menjadi sebuah ketetapan Allah ta’ala. Karena Allah lah yang akan memberi atau tidak memberi. Allah ta’ala berfirman,
“Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (QS. As-Syura: 49-50)
2. Memiliki anak adalah salah satu tujuan dalam pernikahaan
Allah menetapkan syariat nikah, bukan sekadar untuk melampiaskan hubungan biologis saja. Namun, melanjutkan keturunan juga merupakan salah satu bagian dari pernikahan.
Allah Ta’ala berfirman mengenai halalnya hubungan intim di malam hari Ramadhan,
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Sebagian sahabat seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Anas menafsirkan bahwa makna, “apa yang telah ditetapkan Allah untukmu” adalah dengan meraih anak (keturunan) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. (Lihat Tafsir Ibnu Kartsir)
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan dari hubungan intim adalah untuk meraih keturunan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang pengasih dan punya banyak keturunan karena aku sangat berbangga karena sebab kalian dengan banyaknya pengikutku.” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dengan sanad hasan)
3. Kehilangan satu kesempatan pahala yang mengalir saat meninggal
Ketika kematian menimpa dan sudah tidak mungkin bagi kita untuk beramal, tentu kita menginginkan pahala yang terus mengalir menemani kita di alam kubur. Salah satunya adalah melalui doa anak yang shalih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak yang shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Mungkin akan ada yang menyanggah, “Kan masih ada sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat, atau amalan lainnya yang juga mengalir saat kita meninggal?” maka kita jawab, memang betul, tetapi sebagai seorang hamba yang diwajibkan beribadah, dia akan memanfaatkan segala kesempatan. Kalau kita balik pertanyaannya, “Yakin sedekah jariyahnya bisa mengalir pahala? Yakin ilmu kita sudah bermanfaat?” Maka kesempatan-kesempatan yang ada kita manfaatkan semuanya. Jika tidak dari sedekah, bisa dari anak shalih atau ilmu yang manfaat.
4. Kehilangan syafaat dari anak yang meninggal dunia
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ النَّاسِ مُسْلِمٌ يَمُوتُ لَهُ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُمْ
“Tidaklah seorang muslim yang ditinggal wafat oleh tiga orang anaknya yang belum baligh kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam Surga karena keutamaan rahmat-Nya kepada mereka”. (HR. Bukhari, no. 1381)
5. Kehilangan salah satu cara diangkat kedudukannya di Surga
Masuk ke dalam Surga merupakan sebuah keinginan yang besar bagi kita. Bahkan sebenarnya ketika kita mendapatkan derajat yang rendah di Surga pun sudah termasuk sebuah kenikmatan. Namun, Rasulullah mengajarkan kepada kita agar mengharapkan tingkatan Surga yang paling tinggi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya di Surga itu terdapat seratus tingkatan, Allah menyediakannya untuk para mujahid di jalan Allah, jarak antara keduanya seperti antara langit dan bumi. Karena itu, jika kalian meminta kepada Allah, mintalah Firdaus, karena sungguh dia adalah Surga yang paling tengah dan paling tinggi. Di atasnya ada Arsy Sang Maha Pengasih, dan darinya sumber sungai-sungai Surga.” (HR. al-Bukhari)
Bisa jadi seseorang berada di derajat yang rendah namun dia diangkat karena sebab anak.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى لِيْ هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat kedudukannya di Surga kelak. Ia pun bertanya, “Bagaimana hal ini?” Maka dijawab: “Lantaran istighfar anakmu untukmu. (HR. Ibnu Majah)
Jika melihat dari kacamata agama kita dengan banyak keutamaan memiliki anak, masih kah kita tidak mengharapkan kehadirannya?
Wallahu a’lam.
Share