Hasad Dalam Pandangan Ibnu Taimiyah: Memahami Perbedaan Antara Orang Mulia Dan Yang Berpenyakit Hati
Hasad atau iri hati merupakan salah satu penyakit hati yang seringkali mengganggu kehidupan manusia. Dalam Islam, hasad dipandang sebagai sifat buruk yang dapat merusak hubungan, melemahkan iman, dan membawa kehancuran baik di dunia maupun di akhirat. Sebuah nasihat bijak dari Ibnu Taimiyah, seorang ulama besar Islam, mengingatkan kita tentang sifat ini dengan pernyataannya: "Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya." (Majmu' Al-Fatawa, 10/124-125).
Hasad: Penyakit yang Menyertai Manusia
Hasad, yang dalam bahasa Arab berarti iri hati atau dengki, adalah perasaan tidak suka melihat orang lain mendapatkan nikmat atau kelebihan yang diinginkan. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, hasad adalah sifat yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dari manusia. Setiap orang, tanpa terkecuali, memiliki potensi untuk merasakan hasad, karena sifat iri hati adalah bagian dari naluri manusia.
Namun, perbedaannya terletak pada bagaimana seseorang menghadapi perasaan tersebut. Orang yang berpenyakit hati akan dengan mudah menampakkan hasadnya, tidak mampu mengendalikan diri, dan cenderung memperlihatkan kebenciannya kepada orang lain. Hasad ini bisa muncul dalam bentuk ucapan kasar, perilaku buruk, atau bahkan upaya menjatuhkan orang lain yang dihasadi.
Orang yang Mulia Menyembunyikan Hasad
Ibnu Taimiyah melanjutkan dengan menjelaskan bahwa orang yang mulia akan menyembunyikan perasaan hasadnya. Mereka yang memiliki kebesaran hati dan kekuatan iman tidak akan membiarkan perasaan iri itu merusak diri mereka atau hubungan mereka dengan orang lain. Sebaliknya, mereka memilih untuk menahan diri dan berusaha mengatasinya.
Mengapa orang mulia menyembunyikan hasad? Ada beberapa alasan penting yang mendasari hal ini:
-
Kesadaran akan Kewajiban sebagai Muslim: Seorang Muslim yang baik memahami bahwa hasad adalah penyakit yang merusak iman. Mereka tahu bahwa Allah memberikan nikmat kepada setiap orang sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Oleh karena itu, mereka akan berusaha untuk menerima takdir dan ketetapan-Nya dengan lapang dada.
-
Tawakal kepada Allah: Orang yang mulia memiliki keyakinan bahwa rezeki, kemuliaan, dan kelebihan datang dari Allah. Mereka tidak merasa perlu iri terhadap apa yang dimiliki orang lain, karena mereka percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik sesuai dengan usaha dan doa yang dilakukannya.
-
Menghindari Kerusakan: Orang yang mulia sadar bahwa menampakkan hasad hanya akan membawa kerusakan, baik dalam hubungan antar manusia maupun dalam kehidupan pribadi. Hasad yang dibiarkan muncul ke permukaan dapat menyebabkan perpecahan, permusuhan, dan hilangnya berkah dalam kehidupan.
Mengatasi Hasad dengan Iman dan Kebaikan
Ibnu Taimiyah dalam banyak tulisannya selalu menekankan pentingnya mengendalikan hawa nafsu dan memperbaiki hati. Salah satu cara untuk mengatasi hasad adalah dengan memperbanyak rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Fokus pada apa yang kita miliki daripada apa yang dimiliki orang lain akan membantu kita menghindari perasaan iri.
Selain itu, mendoakan kebaikan bagi orang yang kita iri juga merupakan langkah penting dalam mengatasi hasad. Ketika kita mendoakan orang lain dengan tulus, hati kita akan semakin bersih dan jauh dari penyakit hati. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan untuk saling mendoakan, karena hal itu akan memperkuat ikatan persaudaraan dan mendatangkan keberkahan.
Penutup
Hasad adalah ujian hati yang dialami setiap manusia, namun cara seseorang menghadapinya menunjukkan kualitas kepribadian dan kekuatan imannya. Ibnu Taimiyah mengajarkan bahwa meskipun hasad tidak bisa sepenuhnya dihindari, orang yang mulia akan berusaha menyembunyikannya dan mengatasinya dengan cara yang baik. Sebaliknya, orang yang berpenyakit hati akan dengan mudah menampakkan hasadnya, yang pada akhirnya merugikan dirinya sendiri.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk senantiasa memperbaiki hati, menghindari hasad, dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Dengan demikian, kita tidak hanya memperbaiki kualitas hidup di dunia, tetapi juga meraih kebahagiaan di akhirat.