Ibnu Rajab رحمه الله Dalam Latho'iful Ma'aarif Dan Tafsir Ayat ke-200 Surat Al-Baqarah

19 Jun 2024

Ibnu Rajab رحمه الله adalah salah satu ulama besar dalam sejarah Islam yang terkenal dengan karya-karya ilmiahnya, termasuk kitab "Latho'iful Ma'aarif". Dalam kitab ini, beliau mengupas berbagai aspek tentang bulan-bulan dan hari-hari dalam Islam, termasuk penjelasan mendalam tentang tafsir ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan dengan tema tersebut.

Pada halaman 290 cetakan Dar Ibnu Hazm, Ibnu Rajab رحمه الله membawakan tafsir ayat ke-200 dari surat Al-Baqarah:

"فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ"

Artinya: "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,' dan dia tidak memperoleh bagian (yang menyenangkan) di akhirat."

Tafsir dan Penjelasan Ibnu Rajab رحمه الله

Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Rajab رحمه الله menekankan pentingnya zikir kepada Allah setelah menunaikan ibadah haji. Beliau menggarisbawahi bahwa setelah menyelesaikan manasik haji, umat Islam diperintahkan untuk mengingat Allah dengan sebaik-baiknya, bahkan lebih dari kebiasaan mereka mengingat nenek moyang mereka.

1. Zikir kepada Allah: Ibnu Rajab رحمه الله menekankan bahwa zikir kepada Allah setelah menunaikan ibadah haji merupakan bentuk syukur dan pengakuan terhadap kebesaran-Nya. Ini merupakan amalan yang sangat dianjurkan untuk memperkuat hubungan spiritual seorang hamba dengan Penciptanya.

2. Perbandingan dengan Tradisi Jahiliyah: Beliau juga menjelaskan konteks historis di mana orang-orang Arab pada masa Jahiliyah memiliki kebiasaan mengagung-agungkan nenek moyang mereka. Allah menggantikan kebiasaan tersebut dengan perintah untuk mengagungkan-Nya, yang menunjukkan transformasi dari kebanggaan pada asal-usul duniawi menuju pengagungan terhadap yang Ilahi.

3. Doa dan Orientasi Kehidupan: Ibnu Rajab رحمه الله kemudian menyentuh aspek doa yang disebutkan dalam ayat ini. Ada dua jenis doa yang dikontraskan:

  • Doa yang hanya meminta kebaikan dunia, yang dijelaskan tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.
  • Implikasi dari doa yang hanya terfokus pada dunia mengindikasikan kelalaian terhadap kehidupan akhirat dan prioritas yang salah dalam berdoa.

Refleksi dan Implementasi

Ibnu Rajab رحمه الله melalui tafsirnya mengajak umat Islam untuk melakukan refleksi diri tentang bagaimana mereka berzikir dan berdoa. Apakah doa-doa mereka hanya terfokus pada dunia semata, ataukah mereka juga menginginkan kebaikan akhirat? Beliau mendorong umat Islam untuk memperbanyak zikir kepada Allah dan memastikan bahwa permohonan mereka mencakup kebaikan dunia dan akhirat, seperti yang dianjurkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an.

Kesimpulannya, tafsir Ibnu Rajab رحمه الله dalam "Latho'iful Ma'aarif" memberikan panduan yang berharga bagi umat Islam tentang pentingnya zikir dan doa yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat, serta mengingatkan kita untuk selalu menempatkan Allah di atas segala-galanya dalam segala aspek kehidupan kita.